Jeddah Tower atau dikenal sebagai Kingdom Tower akan menggeser posisi Burj Khalifa sebagai gedung tertinggi di dunia. Meski belum selesai dibangun, namun gedung ini sudah diprediksi Guinness World Records akan menyaingi Burj Khalifa di Dubai yang memiliki tinggi 828 meter.
Jeddah Tower dengan ketinggian melebihi 1.000 meter menelan biaya sekitar $1,23 miliar atau Rp19,8 triliun (asumsi kurs Rp16.097 per dolar AS). Setelah proyek ini mangkrak selama 5 tahun, akhirnya dilanjutkan kembali pada 2023 dan diprediksi rampung pada 2027 sebagai bagian dari pusat pengembangan proyek Jeddah Economic City (JEC).
Baca juga: 5 Tren Desain Arsitektur Dunia 2024
Berada di sisi utara Jeddah, kota tersebut memiliki luas sekitar 5,2 juta meter persegi dan diperkirakan menelan biaya sekitar $20 miliar atau Rp321 triliun (asumsi kurs Rp16.093 per dolar AS).
Keunikan Desain Jeddah Tower
Perancang Jeddah Tower adalah arsitek Chicago, Amerika Serikat bernama Adrian Smith yang sebelumnya merancang Burj Khalifa. Dengan desain yang unik, menara ini mewakili evolusi dan penyempurnaan dari arsitektur gedung pencakar langit.
Jejak tiga kelopak pada gedung ini akan difungsikan sebagai unit hunian, dan sayap runcing dengan bentuk yang aerodinamis berfungsi mengurangi beban struktural karena pelepasan pusaran angin.
Konstruksi gedung tertinggi ini menggunakan material ramah lingkungan yang dikombinasikan dengan teknologi canggih untuk mengurangi konsumsi energi. Desain tiga sisi Jeddah Tower memiliki serangkaian lekukan yang menghasilkan kantong bayangan.
Baca juga: Kersan Art Space: Galeri Seni Elegan di Gunung Sempu, Bantul
Desain tersebut tidak hanya estetik, tetapi juga melindungi sebagian bangunan dari sinar matahari. Tak hanya itu, area ini juga menawarkan pemandangan Laut Merah yang indah.
Terdapat juga area yang dibuka untuk umum, yakni teras Jeddah Tower di lantai 157 yang difungsikan sebagai salah satu observatorium tertinggi di dunia. Observatorium ini bukanlah yang tertinggi di dunia. Karena saat ini rekor observatorium astronomi tertinggi dunia masih dipegang oleh Observatorium Atacama Universitas Tokyo dengan ketinggian 5.640 meter.
Sosok Dibalik Jeddah Economic City
Jeddah Economic Company (JEC) dibangun oleh pangeran raja pertama Arab Saudi Alwaleed bin Talal, cucu Abdulaziz al-Saud. Kingdom Holding Company miliknya berhasil mengumpulkan investor pada 2014 untuk membangun Jeddah Tower.
Sayangnya, pekerjaan proyek tersebut sempat dihentikan pada 2018 karena terjadi masalah perburuhan setelah pembersihan kerajaan pada 2017-2019 yang dilakukan oleh Putra Mahkota Muhammed bin Salman. Padahal, saat itu menara sudah selesai sekitar sepertiganya.
Kingdom Holding Company mengonfirmasi telah mengundang sejumlah kontraktor untuk mengajukan penawaran agar kontrak dapat selesai akhir tahun 2024. Terdapat lima perusahaan lokal yang turut serta dalam proyek ini, di antaranya Saudi Freyssinet, Bawani, El-Seif Engineering, Almabani, serta Nesma & Partners.
Baca juga: Mau Bangun Lantai Mezzanine di Rumah? Perhatikan 5 Hal Ini
Tak hanya perusahaan lokal, beberapa perusahaan konstruksi terkenal dunia juga turut berpartisipasi dalam pembangunan megaproyek ini, yaitu:
- Skanska dari Swedia.
- Strabag dari Austria.
- China State Construction Engineering Corporation, PowerChina, dan China Harbour (anak perusahaan China Communication) dari Tiongkok.
- Samsung C+T dan Hyundai Engineering Construction dari Korea Selatan.
Selain empat negara di atas, terdapat juga kontraktor yang diprediksi akan menjadi kandidat, yaitu kontraktor koalisi Lebanon dan Mohammed Abdulmohsin al-Kharafi & Sons dari Kuwait.
Kontraktor hanya diberi waktu tiga bulan untuk membentuk usaha patungan dan mempersiapkan penawaran. Setidaknya setiap tim terdiri dari satu perusahaan internasional dan lokal.
Tahap pertama pembangunan JEC dimulai dari Jeddah Tower yag mencakup luas sekitar 150ha. Jeddah Tower akan menjadi ikon sekaligus bangunan inti dari pengembangan JEC. Saham JEC dipegang oleh Kingdom Holding Company (40%), Bakhsh Group (40%), dan 20% sisanya milik Sharbatly Group.