Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Sleman menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Persetujuan Banguan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Kegiatan tersebut diselenggarakan pada Rabu, 11 Desember 2024 di Eastparc Hotel Yogyakarta. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 40 orang yang memiliki latar belakang sebagai arsitek muda dan profesional.
Diskusi ini merupakan wadah bagi arsitek untuk berbagi pengalaman dan solusi mengenai kendala dan permasalahan yang kerap dihadapi saat pengurusan PBG dan SLF. Pada kesempatan kali ini, materi diskusi disampaikan oleh Chist Bangun Dwi S., ST, M.AP., M. Env.Sc dan Ar. Edwin Sanny Ekaputranto S.T., M.M., IAI.
Penyuluhan Pembuatan PBG dan SLF
Acara diskusi mengenai PBG dan SLF terbagi menjadi dua sesi. Pada sesi pertama, Chist Bangun mewakili Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Sleman menjelaskan secara rinci regulasi dan penanganan kasus yang berkaitan dengan PBG dan SLF di Sleman dan sekitarnya.
Baca juga: PPN 12 Persen Tidak Jadi Naik, Sri Mulyani Klarifikasi Hal Ini
Chist Bangun memaparkan bahwa Persetujuan Bangunan Gedung harus melalui beberapa tahap, seperti pengajuan dokumen ke Pemerintah Daerah atau Pusat, konsultasi, dan penjadwalan konsultasi yang dapat pemohon ketahui dengan mengakses SIMBG.
Setelah itu, lanjut ke tahap pemeriksaan yang hasilya dituangkan dalam berita acara yang dilengkapi kesimpulan dari Tim Profesi Ahli. Tahap ini menentukan apakah pendaftaran PBG disetujui atau harus melakukan pendaftaran ulang. Jika sudah disetujui, pemohon akan mendapatkan surat pernyataan pemenuhan teknis untuk memperoleh PBG yang dilengkapi perhitungan teknis untuk retribusi.
Jika pengajuan PBG dilakukan sebelum pembangunan, pengajuan SLF dilakukan setelah pembangunan selesai dan siap digunakan. Setelah PBG terbit, selanjutnya pemohon harus mengurus SLF. Sama seperti PBG, pengajuan SLF dapat dilakukan secara daring melalui SIMBG.
Baca juga: Desain Villa Minimalis Tropis di Bantul, Yogyakarta
Kendala dan Permasalahan dalam Pelaksanaan Perizinan
Di akhir pemaparan, Chist Bangun juga menjelaskan ada beberapa kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan PBG dan SLF di Sleman, di antaranya:
- Perubahan mekanisme pendaftaran dengan menggunakan SIMBG.
- Dokumen administrasi dan teknis tidak lengkap.
- SIMBG mensyaratkan arsitek berlisensi atau penyedia jasa perencana konstruksi.
- Ketidaksesuaian luasan dan atau fungsi bangunan dengan kondisi di lapangan.
- Dokumen administrasi dan teknis tidak lengkap.
- Belum memenuhi persyaratan bangunan sesuai dokumen lingkungan.
- Bangunan belum memenuhi persyaratan teknis.
- Biaya yang dikeluarkan untuk konsultan, baik perencana maupun pengkaji teknis.
- Keterbatasan SDM.
Chist Bangun menegaskan bahwa bangunan, terutama bangunan komersial harus memiliki PBG dan SLF agar pemilik bangunan memiliki perlindungan hukum dan mendapatkan peningkatan nilai jual bangunan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan tanpa PBG.
Regulasi ini juga berdampak pada nilai investasi, serta ketertiban tata ruang dan bangunan sehingga memudahkan pemerintah dalam melakukan penyusunan tata ruang dan zonasi ke depannya.
Baca juga: Interior Kos Industrial dengan Konsep Ruang Makan Ala Cafe
Kendala Pembuatan PBG yang Dialami Arsitek
Pada sesi kedua, Edwin Sanny membagikan pengalaman real di lapangan terkait proyek-proyek yang digarapnya yang beberapa di antaranya tidak memiliki PBG yang sebelumnya lebih dikenal dengan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Dengan kondisi tersebut, ia harus memastikan proyek yang ditanganinya legal dan memenuhi standar yang berlaku. Dari sekitar 140 proyek yang ditanganinya dari tahun 2005-2024, terdapat 50 proyek terbangun dengan hanya ada sekitar 20 bangunan yang memiliki PBG.
Baca juga: Bolehkah WNA Punya Rumah di Indonesia? Ini Aturan Terbarunya
Setelah pemaparan dari Edwin Sanny, dibuka sesi diskusi antara narasumber dengan arsitek muda dan profesional yang hadir dalam kesempatan tersebut. Dari 3 termin sesi tanya-jawab yang masing-masing terdiri dari 5 orang penanya, secara umum mereka merasa kesulitan dalam mengurus pengajuan PBG dan SLF dari proyek yang ditanganinya karena proses pengajuan yang lambat dan sistem yang kerap mengalami error.
Melalui diskusi ini, diharapkan ada perbaikan sistem dan regulasi yang memudahkan pemohon dalam mengajukan PBG dan SLF agar iklim investasi properti di Yogyakarta mengalami peningkatan.