Klenteng Sam Poo Kong di Kota Semarang memiliki arsitektur yang khas, memadukan dua akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa. Tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah, saat ini bangunan ikonik ini menjadi ikon pariwisata Semarang yang terletak di dekat pusat keramaian.
Mengutip Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, tempat ini memiliki altar dan beberapa makam orang kepercayaan Laksamana Zheng He yang sering dikunjungi untuk berziarah, yaitu:
- Klenteng utama
- Goa pemujaan
- Klenteng Dewa Bumi
- Klenteng Kyai Juru Mudi
- Klenteng Kyai Jangkar, meliputi ruang sembahyang Arwah Ho Ping, tempat pemujaan Kyai Jangkar, Nabi Khong Tju, Kyai Cundrik Bumi, dan Kyai Nyai Tumpeng.
Pembangunan Klenteng Sam Poo Kong Semarang
Klenteng ini dibangun oleh seorang nahkoda beragama Islam bernama Ma San Bao yang kerap disapa Laksamana Zheng He pada awal abad ke-15. Namun, ia juga lebih dikenal dengan sebutan Laksamana Cheng Ho. Sebelum difungsikan sebagai klenteng, dulu bangunan ini merupakan masjid yang terletak di tepi pantai. lho.
Menurut sejarah, Laksamana Cheng Ho mendarat di Pantai Utara Semarang karena juru mudinya, Wang Jing Hong jatuh sakit. Rombongan Cheng Ho kembali berlayar, namun Wang memilih tetap tinggal di goa batu dan menjadikan area tersebut berkembang pesat. Di area tersebut, ia mendirikan patung Laksamana Cheng Ho.
Baca juga: Kota Lama Semarang: Bangunan Bersejarah Bergaya Arsitektur Eropa
Meski demikian, goa tersebut pernah runtuh pada tahun 1704. Supaya Ceng Ho terus diingat, akhirnya goa dibangun ulang bersamaan dengan klenteng yang dinamai Sam Poo Kong. Dalam bahasa Mandarin, San Bao Dong atau Sam Poo Kong dalam dialek Hokkian berarti Gua San Bao.
Dulu bangunan ini sangat sederhana. Karena mengalami beberapa kali pemugaran dan keterlibatan konglomerat di Semarang, kini Sam Poo Kong punya lahan yang luas.
Meskipun Cheng Ho adalah seorang muslim, namun masyarakat menganggapnya sebagai dewa karena saat itu penganut Konghucu dan Taoisme menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan.
Arsitektur Tionghoa pada Klenteng
Kawasan Sam Poo Kong memiliki luas 3,2 hektar, lengkap dengan fasilitas umum, area peribadatan, serta ornamen-ornamen Tionghoa. Memasuki area Sam Poo Kong, kita akan disambut oleh dinding relief batu yang mengisahkan kisah perjalanan Laksamana Cheng Ho pada abad ke-15 selama 30 tahun.
Bangunan ini didominasi warna merah dengan arsitektur Tionghoayang terlihat dari bentuk atapnya. Uniknya, setiap atapnya memiliki bentuk dan makna yang berbeda-beda. Arsitektur Tionghoa identik dengan feng shui, yaitu seni hidup dalam keharmonisan dengan alam untuk mendapatkan ketenangan, keharmonisan, kemakmuran, dan keseimbangan yang sempurna dengan alam.
Baca juga: Rumah Japandi Minimalis dengan Dominasi Aksen Lengkung yang Unik
Terdapat peraturan feng shui dalam pembangunan klenteng atau bangunan suci, yaitu:
- Konstruksi atap melambangkan bentuk hewan yang menurut kepercayaan Tiongkok mendatangkan kebahagiaan dan keberuntungan.
- Pemilihan warna bangunan memiliki makna yang penting.
Bentuk Atap yang Unik dan Penuh Makna
Pada bangunna suci, atap termasuk komponen penting dalam arsitektur Tiongkok dan memiliki bentuk yang tidak selalu sama. Setidaknya ada lima tipe atap, yaitu atap jurai, kombinasi atap jurai dengan atap pelana, atap pelana dan tiang-tiang kayu, kombinasi atap pelana dengan dinding solid, serta atap piramidal.
Baca juga: Interior Rumah Mewah Bergaya Klasik di Sleman
Jika melihat bentuk atap klenteng Sam Poo Kong, bagian klenteng utama sebagai tempat pemujaan Laksamana Cheng Ho memiliki bentuk atap bertingkat tiga dengan patung simbol binatang di ujungnya. Warna yang diterapkan pada klenteng ini adalah warna merah, hijau, dan kuning.
Atap klenteng utama lebih tinggi dibandingkan dengan atap klenteng lainnya. Hal ini menandakan kesakralan dari bangunan tersebut, karena memuja Laksamana Cheng Ho. Tipe atap yang digunakan adalah kombinasi atap jurai dengan atap pelana. Sementara goa tempat pemujaan memiliki atap datar dengan warna dominan hijau dengan pola persegi.
Klenteng Dewa Bumi menggunakan kombinasi atap jurai dengan atap pelana. Klenteng ini memiliki atap bertingkat dua dan tidak memiliki binatang di ujung atapnya. Plafon yang digunakan dalam bangunan ini menggunakan sistem balok vertikal dan horizontal. Warna yang dipilih didominasi warna merah, aksen warna putih dan hijau.
Klenteng Kyai Juru Mudi juga menggunakan kombinasi atap jurai dengan atap pelana dan memiliki atap bertingkat dua dengan patung simbol binatang di ujungnya. Plafon bangunan menggunakan balok vertikal dan horizontal dengan atap berwarna merah, kuning, dan hijau.
Baca juga: Gedung Sate: Gedung Pemerintahan Jawa Barat dengan Arsitektur yang Menawan
Terakhir, klenteng Kyai Jangkar yang dijadikan tempat pemujaan terhadap jangkar suci milik Cheng Ho memiliki atap bertingkat dua dengan dominasi warna merah. Tipe atap yang digunakan pada klenteng ini adalah atap pelana dengan dinding solid.
Untuk bubungan atap yang digunakan pada klenteng utama Sam Poo Kong, klenteng Dewa Bumi, dan Kyai Juru Mudi berbentuk curling wave atau tipe awan berombak. Lalu pada klenteng Kyai Jangkar, bubungan yang dipakai adalah end of straw atau tipe ujung lancip.