Masjid Istiqlal merupakan salah satu ikon Jakarta sekaligus menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara dan menempati urutan keenam masjid terbesar di dunia. Setiap tahun, masjid ini menjadi tujuan para pejabat negara untuk menunaikan ibadah sholat Idul Fitri. Masjid ini berlokasi di Jakarta Pusat, tepatnya di sisi timur laut Lapangan Merdeka, dekat dengan Monumen Nasional (Monas).
Arsitektur Masjid istiqlal mengadopsi gaya arsitektur modern. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1961 dan diresmikan oleh Soeharto pada 22 Februari 1978. Jadi, pembangunannya membutuhkan waktu sekitar 17 tahun dengan biaya APBN Rp7 miliar dan US$12 juta.
Kisah Unik Pembangunan Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal dirancang oleh arsitek Sumatera Utara bernama Friedrich Silaban. Ia merupakan seorang Kristen Protestan yang memenangkan sayembara yang diadakan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1955. Melihat hal ini, status keagamaan tidak menjadi halangan dalam merancang tempat peribadatan umat tertentu.
Baca juga: Akulturasi Budaya dalam Arsitektur Klenteng Sam Poo Kong Semarang
Pembangunan masjid ini berada di atas bekas Benteng Belanda yang di seberangnya sudah berdiri sebuah Gereja Katedral. Hal ini memperlihatkan makna kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.
Pembangunan masjid ini menjadi salah satu bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas terbebasnya Indonesia dari penjajahan. Dalam bahasa Arab, istiqlal memiliki arti merdeka. Karena menyimpan nilai sejarah yang tinggi, masjid ini menjadi salah satu bangunan ikonik dan bersejarah di Indonesia.
Desain Arsitektur Masjid Istiqlal
Istiqlal berdiri di atas lahan seluas 9,5 hektar dan mampu menampung hingga 200.000 orang jamaah. Desain masjid ini secara visual sangat berbeda dengan mayoritas masjid pada zaman itu yang kental dengan nuansa Timur Tengah. Meski ciri khas masjid memiliki kubah, namun karakteristik arsitektur modern mendominasi bangunan masjid.
Pengunaan material masjid ini didominasi marmer. Saat itu, marmer yang digunakan diproduksi oleh PT Industri Marmer Indonesia Tulungagung (Persero) dari tahun 1975 hingga 1978. Perusahaan tersebut memproduksi 80.000 meter persegi marmer dengan tebal 3 cm dan 7 cm yang terdiri dari 2 variasi mutu, yaitu mutu kawi dan kawi tulen. Untuk mengetahui detail arsitektur masjid ini, simak pembahasan berikut ini.
Baca juga: Rumah Japandi Minimalis dengan Dominasi Aksen Lengkung yang Unik
1. Kubah dan Menara
Kubah dan menara merupakan ciri khas dari arsitektur masjid Timur Tengah. Karena mayoritas masjid di Indonesia memiliki kubah, maka sang arsitek tidak menghilangkan ciri khas ini namun merubahnya dengan bentuk baru yang unik dan berbeda.
Aliran rasionalist yang diterapkan Silaban menggabungkan teknologi dan material baru. Kubah bagian luar dirancang tanpa ornamen dan menyatu dengan bentuk bangunan yang modern. Sementara pada bagian menara, Silaban membuatnya langsing dengan material beton dan baja yang sesuai dengan bentuk masjid secara keseluruhan.
Kubah dan atap memiliki bentuk datar. Kubah utama memiliki diameter sepanjang 45 meter dilengkapi dengan 12 pilar silinder yang berfungsi menopang kubah di atasnya. Angka 12 yang dipilih menandakan tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu 12 Rabiul Awwal. Bentuk kubah yang polos menggambarkan arsitektur yang identik dengan desain yang sederhana.
Menara memiliki tinggi 66,66 meter atau 6.666 cm, melambangkan jumlah ayat dalam Al-Qur’an. Sementara ujung menara terbuat dari kerangka baja setinggi 30 meter yang melambangkan jumlah juz dalam Al-Qur’an.
2. Bentuk Bangunan dan Atap
Bentuk bangunan berbentuk bujur sangkar, lebih tepatnya menggabungkan beberapa bentuk bujur sangkar dan persegi panjang yang disesuaikan dengan mayoritas masjid yang ada di Indonesia. Namun untuk elemen-elemen arsitektur lainnya, terdapat perbedaan dengan masjid pada umumnya.
Baca juga: Desain Interior Rumah Industrial Japandi, Bikin Betah di Rumah
Bentuk bujur sangkar pada masjid didominasi elemen-elemen dinding berupa garis-garis vertikal dan horizontal dalam ukuran masif dan besar yang identik degan bentuk monumental. Bentuk bangunan ini merupakan ciri khas aliran arsitektur brutalism.
Istiqlal memiliki 5 lantai yang melambangkan jumlah rukun islam. Hal ini menjadi pengingat bahwa ada 5 kewajiban yang perlu ditunaikan oleh umat muslim. Ruangan sholat masjid berada di lantai utama yang diapit oleh dua plaza yang dikelilingi oleh koridor.
3. Pintu, Jendela, dan Ventilasi
Arsitektur modern terkenal dengan penerapan prinsip less is more, sehingga permukaan dinding memiliki ornamen yang sedikit bahkan cenderung polos. Masjid ini memiliki banyak bukaan yang menjadi akses sirkulasi udara dan cahaya matahari sekaligus menjadi ornamen bangunan.
Jendela dan ventilasi memiliki bingkai garis-garis vertical dan horizontal di bagian fasad sebagai shading atau pelindung dari panas matahari. Fungsi lain jendela dan ventilasi yaitu mampu menghalangi air hujan masuk ke dalam area masjid.
Baca juga: Gedung Sate: Gedung Pemerintahan dengan Arsitektur yang Menawan
Karena mengusung aliran brutalism, material yang digunakan pada jendela dan ventilasi adalah logam krawangan berbentuk kubus dan lingkaran. Mengingat ornamen kaligrafi sangat lekat dan menjadi karakteristik masjid, maka ornamen ini tidak dihilangkan.
Masjid Istiqlal memiliki 7 pintu yang masing-masingnya diberi nama Asmaul Husna, yaitu Al Fattah (Pembuka), Al Quddus (Kesucian), As Salam (Kedamaian), Al Malik (Raja), Al Ghaffar (Ampunan), Ar Rozzaq (Rezeki), dan Ar Rahman (Pengasih). Angka tujuh ini melambangkan 7 lapisan langit yang dipercaya oleh umat muslim sekaligus menandakan jumlah hari dalam seminggu.