Belanda membawa pengaruh arsitektur dalam pembangunan gedung maupun permukiman khas Eropa pada masa sebelum kemerdekaan. Meski demikian, kepribadian warga lokal dan iklim tropis di Indonesia turut memengaruhi adanya akulturasi dua budaya. Kebudayaan Indonesia yang berbaur dengan kebudayaan Eropa menghasilkan kebudayaan baru yang disebut kebudayaan Indis.
Mengutip Jurnal Teknik Arsitektur berjudul “Daendels dan Perkembangan Arsitektur Hindia-Belanda Abad 19”, Handinoto menyatakan fase gaya arsitektur memiliki 3 lini masa, yaitu:
- Indische Empire Style, berlangsung sekitar abad ke-18 hingga abad ke-19.
- Arsitektur Transisi, terjadi pada kurun waktu tahun 1890-1915.
- Arsitektur Kolonial Modern, mulai tahun 1915 hingga 1940.
Baca juga: Arsitektur Jam Gadang Bukittinggi, Landmark Sumatera Barat
Benteng Vredeburg Mengadopsi Gaya Indische Empire
Indische atau Hindia mencerminkan gaya bangunan Eropa. Gaya arsitektur ini merupakan perpaduan kebudayaan Eropa, Indonesia, dan beberapa dari kebudayaan Tionghoa. Indische Empire Style diperkenalkan oleh H.W. Daendels yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Pemerintahan Belanda tahun 1801-1811.
Benteng Vredeburg merupakan generasi pertama yang mengadopsi style tersebut. Hal ini terlihat jelas dari pilar-pilar bergaya Doria di area gerbang masuk yang mencerminkan gaya bangunan khas Yunani-Romawi. Memasuki area bagian dalam, terdapat dua gedung “pengapit” bergaya Yunani era Renaissance.
Baca juga: Kersan Art Space: Galeri Seni Elegan di Gunung Sempu, Bantul
Karakter bangunan kolonial juga terlihat dari penggunaan jendela besar dan dinding yang tebal. Terdapat pula hiasan puncak bangunan atau Nok Acroterie berukuran pendek yang memiliki bentuk seperti cerobong asap yang diukir. Sementara karakter javanese terlihat dari bentuk atap limasan bergaya joglo.
Sejarah Singkat Benteng Vredeburg
Mengutip Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Benteng Vrederburg dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1760. Pembangunan benteng ini atas usulan pihak Belanda. Berkat izin Sri Sultan Hamengku Buwono I, pembangunan benteng ini selesai pada tahun 1787. Di bawah kepemimpinan Gubernur Johannes Sioberg, benteng ini menjadi benteng kompeni dan diberi nama Benteng Rustenberg yang artinya tempat istirahat.
Setelah pemugaran akibat gempa bumi pada tahun 1867, benteng berubah nama menjadi Benteng Vredeburg yang artinya perdamaian. Benteng ini telah merekam peristiwa-peristiwa bersejarah di kota Yogyakarta, mulai dari masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, hingga masa kemerdekaan.
Sejak tahun 1992 hingga sekarang, benteng ini menjadi Museum Benteng Vrederburg sesuai SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No. 0475/0/1992 tertanggal 23 November 1992. Museum ini berdiri di atas lahan seluas 46.574 meter persegi.
Baca juga: Interior Rumah Mewah Bergaya Klasik di Sleman
5 Koleksi Museum Benteng Vredeburg
Museum ini memiliki koleksi barang bersejarah yang sangat kaya dan beragam dan tentunya berkaitan dengan masa penjajahan Belanda, kemerdekaan Indonesia, hingga perkembangan Yogyakarta. Tak hanya barang peninggalan sejarah, museum ini juga memiliki fasilitas yang cukup lengkap, seperti mushola, toilet, ruang audio visual, hingga warung makan.
Museum ini menawarkan setidaknya lima koleksi berharga, yaitu:
- Senjata tradisional, seperti keris, tombak, dan panah.
- Diorama yang menggambarkan sejarah Indonesia, seperti Sumpah Pemuda, Perjanjian Giyanti, dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
- Pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia.
- Mata uang kuno, mulai dari masa kerajaan hingga penjajahan Belanda.
- Foto bersejarah yang menggambarkan kehidupan masyarakat dan tokoh penting Indonesia, khususnya Yogyakarta di masa lalu.
Baca juga: Kenali Arsitektur Kota Tua Jakarta, Kota Kecil Peninggalan Belanda
Selain lima koleksi di atas, Anda bisa menikmati berbagai acara dan pameran, wisata edukatif, dan kemegahan arsitektur klasik yang menawan di Museum Benteng Vredeburg. Lokasi museum ini berada di kawasan Malioboro, tepatnya di depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta.