Stasiun Jakarta Kota adalah stasiun terbesar di Indonesia yang berlokasi di kawasan Kota Tua Jakarta, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat. Setiap hari, stasiun ini ramai oleh penumpang pengguna commuter line atau KRL relasi Jakarta Kota – Bogor. Stasiun ini menyimpan nilai sejarah dan arsitektur yang menarik untuk diketahui.
Stasiun ini dulu dikenal dengan “Stasiun Beos” yang merujuk pada nama asli stasiun “Bataviasche Spoorweg Maatschappij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur)”. Sementara Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken yang bermakna Batavia dan sekitarnya.
Baca juga: Mengulas Sejarah dan Arsitektur Art Deco Stasiun Tanjung Priok
Sejarah dan Peresmian Stasiun Jakarta Kota
Stasiun Jakarta Kota dirancang oleh arsitek Belanda kelahiran Tulungagung bernama Frans Johan Louwrens Ghijsels pada 8 September 1882. Bersama rekannya, Hein von Essen dan F. Stolts, mereka mendirikan biro arsitektur Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA).
Awalnya stasiun dibangun pada tahun 1870, namun ditutup pada tahun 1926 untuk direnovasi menjadi bangunan dengan penampakan seperti sekarang. Pembangunan stasiun rampung pada 19 Agustus 1929 dan diresmikan pada 8 Oktober 1929. Acara peresmian diselenggarakan secara besar-besaran dengan adanya penanaman kepala kerbau oleh Gubernur Jendral JHR A.C.D de Graeff, penguasa Hindia-Belanda periode 1926-1931.
Baca juga: Desain Renovasi Rumah Industrial 2 Lantai dengan Budget Minimalis
Stasiun Beos termasuk karya besar Ghijsels yang memadukan struktur dan teknik modern Eropa dikombinasikan dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan dominasi gaya art deco, karyanya memiliki nilai seni yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan filosofi Yunani Kuno, di mana kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju keindahan.
Stasiun ini memiliki luas 325 ha atau 3.250.000 meter persegi. Sebagai bangunan peninggalan Hindia-Belanda, stasiun ditetapkan sebagai cagar budaya dengan SK Gubernur Nomor 475 Tahun 1993 dan SK Menbudpar Nomor PM.13/PW.007/MKP/05 tertanggal 25 April 2005.
Desain Arsitektur Stasiun Jakarta Kota
Sang arsitek mengusung langgam art deco dengan visual yang sederhana, yakni hanya menampilkan permainan garis tegak dan lurus. Bangunan tersebut punya struktur bangunan megah dengan desain atap yang melengkung. Nah, atap inilah yang kini menjadi ciri khas stasiun ini.
Baca juga: Desain Interior Rumah Industrial Japandi, Bikin Betah di Rumah
Pada bagian atap peron stasiun, Ghijsels menggunakan atap frame kupu-kupu dengan penyangga kolom baja. Ia juga merancang jendela dan pintu dengan sangat detail. Meski pintu utama kini tak bisa dilalui pengunjung, namun karya Ghijsels telah melampaui masanya. Mengapa demikian?
Hal ini karena kemungkinan orang yang pertama kali ke stasiun ini tidak akan menyangka jika bangunan gagah ini adalah bangunan tua. Demikian pembahasan mengenai sejarah dan arsitektur Stasiun Jakarta Kota yang mempunyai 12 kereta api dan menjadi stasiun terbesar di Indonesia. Jika Anda berkunjung ke stasiun ini, bagian mana yang paling bikin penasaran, nih?