Stasiun Tanjung Priok merupakan stasiun peninggalan kolonial Belanda yang menerapkan gaya arsitektur Art Deco. Stasiun ini termasuk bangunan cagar budaya di DKI Jakarta. Dalam proses pembangunannya, stasiun ini dibangun dua kali, yaitu pada tahun 1885 berada di kompleks pelabuhan, dan pada tahun 1925 di Batavia (Jakarta).
Stasiun pertama dibangun oleh Burgerlijke Openbare Werken pada tahun 1883 dan diresmikan pada 2 November 1885. Pembukaannya dilakukan secara bersamaan dengan pembukaan Pelabuhan Tanjung Priok.
Baca juga: Desain Renovasi Rumah Industrial 2 Lantai dengan Budget Minimalis
Karena aktivitas pelabuhan meningkat sejak awal abad ke-20, akhirnya pelabuhan diperluas dan stasiun digusur. Staatsspoorwegen (SS) kemudian mencari lahan kosong untuk membangun stasiun baru dan menugaskan Ir. C.W. Kosch sebagai arsitek utama. Bangunan stasiun memiliki luas lahan sekitar 3.678 meter persegi.
Stasiun mulai beroperasi pada 6 April 1925. Pembangunan stasiun oleh SS dianggap pemborosan, karena ukurannya sangat besar, nyaris sebesar Stasion Batavia-benedenstad (sekarang Stasiun Jakarta Kota).
Stasiun Tanjung Priok Pernah Berhenti Beroperasi
Aktivitas pelabuhan yang sibuk, membuat kondisi bangunan tidak terawat dan ditelantarkan. Pada awal Januari 2000, PT Kereta Api menonaktifkan pelayanan penumpang. Beberapa bagian bangunan rusak, atap bangunan lepas, banyak kaca yang pecah, dan kerangka yang berkarat termakan usia. Tak hanya itu, peron dan emplesemen stasiun juga banyak ditinggali kaum tunawisma.
Karena prihatin dengan kondisi tersebut, PT Kereta Api merenovasi total stasiun pada akhir 2008. Pada 28 April 2009, stasiun kembali beroperasi dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersamaan dengan peresmian Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Baca juga: Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Sejarah dan Karakteristik Arsitekturnya
Arsitektur Art Deco Stasiun Tanjung Priok
Arsitektur Art Deco menggabungkan sentuhan arsitektur modern dengan unsur dekoratif. Style Art Deco tampak pada desain bangunan yang sederhana dan geometris. Permainan garis vertikal dan horizontal terlihat jelas pada kolom, bukaan, list atap, lekukan dinding, lubang pada jalusi, dan balustrade pada selasar bangunan.
Meski stasiun ini bukan stasiun pusat, namun desainnya cukup modern. Hal ini karena adanya penggunaan kerangka overcapping berbentuk busur yang memayungi 6 jalur kereta api. Struktur baja yang digunakan kala itu sudah umum digunakan di stasiun-stasiun Eropa abad ke-20. Desain tersebut punya kemiripan dengan Stasiun Central Amsterdam di Belanda.
Baca juga: Interior Ruang Kelas TK Fungsional dengan Elemen Natural
Kesan megah tampak pada penggunaan kaca patri dan ornamen profil keramik. Selain itu, penggunaan kolom-kolom besar pada bangunan utama memberikan kesan kokoh, begitu pula struktur rangka baja lengkung pada peron.
Stasiun Tanjung Priok juga punya 3 bunker bawah tanah, lho. Konon katanya bunker tersebut difungsikan sebagai tempat penyimpanan barang. Salah satu sisa peninggalan yang masih bisa dijumpai hingga saat ini adalah 3 urinoir yang berada di toilet bangsawan.