Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait yang akrab disapa Ara menyatakan pihaknya tengah mengupayakan percepatan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar bisa beli rumah meskipun penghasilannya di bawah Rp8 juta per bulan.
Hal tersebut Ara sampaikan ke awak media usai menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto bersama sejumlah menteri lainnya di Istana Merdeka, Jakarta pada Selasa, 7 Januari 2025.
Program kepemilikan rumah merupakan salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Sejak tanggal 20 Okrtober 2024, pemerintah telah membangun sekitar 40 ribu unit rumah. Ara optimis program ini dapat tercapai, terlebih sudah ada investor pertama yang bersedia membangun 1 juta unit rumah di Indonesia.
Baca juga: Qatar Siap Danai 1 Juta Unit Rumah di Indonesia
Untuk merealisasikan program kepemilikan rumah bagi MBR, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut mendukung pembiayaan sektor perumahan dengan membuat kebijakan seperti berikut ini.
Skema Pembiayaan untuk MBR

OJK menawarkan berbagai kebijakan strategis untuk mempermudah pembiayaan yang diberikan oleh perbankan. Dalam proses pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), lembaga jasa keuangan dapat mengambil kebijakan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan risk appetite dan pertimbangan bisnis.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memastikan tidak ada kebijakan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan bagi debitur yang memiliki kredit non-lancar. Penggabungan fasilitas kredit lian juga bisa dilakukan, khususnya untuk kredit atau pembiayaan dengan nominal kecil.
Informasi terkait hal tersebut dapat diakses melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Sistem ini memuat analisis kelayakan calon debitur dan bukan satu-satunya faktor dalam pemberian kredit atau pembiayaan.
Baca juga: Rumah Industrial Minimalis 2 Lantai dengan Tambahan Mezzanine
Dalam hal ini, SLIK digunakan untuk meminimalisir asymmetric information (moral hazard dan adverse selection) dalam rangka memperlancar proses kredit atau pembiayaan dan penerapan manajemen risiko oleh lembaga jasa keuangan.
“SLIK yang kredibel sangat diperlukan dalam rangka menaga investasi di Indonesia,” terangnya dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring pada Selasa, 14 Januari 2025.
3 Kebijakan OJK dalam Mendukung Pembiayaan Sektor Perumahan
Terdapat tiga kebijakan strategis OJK yang longgar dan memudahkan MBR untuk membeli rumah dengan KPR.
1. Kualitas KPR Dinilai Berdasarkan Ketepatan Pembayaran
Berdasarkan POJK No. 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, penetapan kualitas ASet produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp5 miliar dapat hanya didasarkan atas ketetapan pembayaran pokok dan bunga (1 pilar) yang berlaku juga untuk KPR.
Perlakuan penilaian kualitas aset berdasarkan POJK tersebut bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya yang menilai 3 pilar, yaitu prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar.
Baca juga: Interior Master Bedroom Minimalis yang Elegan dan Modern
2. Bobot Risiko KPR Rendah
KPR dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk risiko kredit (ATMR Kredit). Hal ini sesuai dengan SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan ATMR Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum, kredit untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR Kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya, antara lain kredit kepada korporasi.
Dalam ketentuan tersebut, bobot risiko yang ditetapkan secara granular dengan bobot terendah sebesar 20% berdasarkan Loan To Value (LTV).
3. Penghapusan Larangan Pemberian Kredit Pengadaan/Pengelolaan Tanah
Sejak 1 Januari 2023, OJK telah memberikan keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan untuk pengadaan/pengelolaan tanah, di mana sebelumnya terdapat larangan pemberian kredit terhadap hal tersebut sebagaimana diatur pada POJK No.44/POJK.03/2017 juncto POJK No.16/POJK.03/2018 tentang Pembatasan Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum untuk Pengadaan Tanah dan/atau Pengolahan Tanah.
Dengan dicabutnya larangan tersebut, pihak bank dihimbau agar lebih menekankan penerapan manajemen risiko yang baik.