Istana Merdeka berlokasi di Jalan Merdeka Utara, Jakarta dan menghadap langsung ke arah Monumen Nasional (Monas). Istana ini memiliki luas sekitar 2.400 meter persegi, berada satu kompleks dengan Istana Negara dan Bina Graha.
Sebagai salah satu istana kepresidenan yang ada di Indonesia, bangunan ini menjadi bangunan pertama diadakannya peringatan Hari kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950. Presiden Soekarno, Abdurrahman Wahid, dan Joko Widodo adalah tiga Presiden RI yang pernah tinggal di istana ini sebelum pindah ke Istana Bogor.
Baca juga: Istana Bogor, Perpaduan Gaya Arsitektur Eropa dengan Unsur Tropis
Sejarah Singkat Istana Merdeka
Istana Merdeka pertama kali dibangun pada tahun 1873 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal James Louden. Istana ini rampung dan diresmikan pada tahun 1879 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Belanda yang bernama Johan Willem van Landsbarge. Pembangunan istana menelan biaya sekitar 360.000 Gulden.
Istana ini pernah dikenal dengan sebutan “Istana Gambir” karena banyak pohon gambir yang tumbuh di sekitar lapangan istana. Pada awal Pemerintahan RI, Istana Merdeka menjadi saksi penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949.
Baca juga: OASE Mushola Kontemporer di Kawasan Perumahan Farmhouse Tangerang
Dalam peristiwa tersebut, Indonesia diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sementara dari pihak Belanda diwakili A.H.J. Lovink sebagai wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia. Peristiwa ini mengadakan upacara yang mengharukan, di mana bendera Belanda diturunkan dan bendera Sang Saka Merah Putih dinaikkan ke langit biru.
Saat bendera Merah Putih menjulang ke atas langit dan berkibar, kegembiraan ratusan ribu orang yang saat itu memadati area sekitar istana sangat bergembira dan terdengar teriakan Merdeka! Merdeka! Merdeka!. Nah, sejak saat itu Istana Gambir disebut Istana Merdeka hingga sekarang.
Arsitektur Berbau Kolonial?
Istana Merdeka menampilkan gaya arsitektur klasisme atau gaya arsitektur yang dianggap berada dalam puncak seni. Style ini dikembangkan di Yunani pada abad ke-5 masehi. Pilar-pilar yang berada luar istana menegaskan corak Yunani yang lekat dengan gaya arsitektur Palladian.
Style Palladian menggambarkan kesan anggun dan kokoh yang menggambarkan karakter penghuni istana. Istana negara Thailand, Singapura, Jepang, dan Washington juga kurang lebih menampilkan kesan yang hampir sama dengan Istana Merdeka.
Bagian halaman istana terdapat tiang bendera setinggi 17 meter yang digunakan setiap tahun pada peringatan Kemerdekaa RI tanggal 17 Agustus. Secara bertahap, istana mengalami perubahan interior terutama pada era Ibu Tien Soeharto yang mengubah interior istana dengan menambahkan ukiran khas Jepara.
Baca juga: Interior Rumah Modern Kontemporer dengan Konsep Open Space
Arsitek Istana Merdeka, Ir. H.M. merancang istana dengan karakter bangunan beratap besar dengan massa tipis. Kesan istana terlihat jelas dengan adanya gerbang melengkung di gedung utama yang diapit oleh dua sayap bangunan di kanan dan kirinya. Jendela memiliki bentuk pediment dan louvre dengan ornamen indah dan unik.
Meski memiliki karakter kuat klasisme, namun bentuk bangunan terkesan lebih horizontal sehingga terkesan harmonis dan manusiawi. Banyak pihak yang berusaha mempertahankan karakter bangunan ini tanpa menghilangkan keasliannya, karena Istana Merdeka menyimpan nilai histori yang tinggi dan istimewa.
Namun, beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa bangunan yang sudah ditempati selama 79 tahun ini berbau kolonial. Selama tinggal di istana, ia merasa terbayangi setiap hari. Dalam sebuah video yang beredar, Jokowi mengatakan kita punya kemampuan untuk membangun ibu kota (IKN) yang sesuai dengan keinginan kita.
Meski demikian, pernyataan tersebut ternyata mengundang pro dan kontra dari sejumlah pihak. Gimana menurut Anda?